Senin, 19 November 2018

Menembus Penerbit Mayor

Salah satu “surga” yang ada di bumi bagi saya adalah toko buku. Saya bisa betah berlama-lama sekadar melihat-lihat cover buku yang menarik. Suatu hari terbesit dalam hati bahwa suatu hari nanti ada buku saya di rak toko buku besar. Setiap saya masuk toko buku saya seperti mencari-cari buku saya di salah satu rak, padahal saat itu menulis saja belum. Ada yang punya pengalaman mirip dengan saya?
Nah tulisan saya kali ini bukan tentang membahas tips sakti mandraguna atau mantra-mantra apalagi amalan-amalan tertentu yang bisa menjamin sebuah naskah diterima penerbit mayor. Saya juga tidak membagikan RAHASIA untuk bisa lolos di penerbit mayor. Saya hanya sekadar berbagi pengalaman bagaimana ikhtiar saya sampai menembus penerbit mayor. Siapa yang punya impian karya tulisannya diterbitkan oleh penerbit mayor?
Untuk menembus penerbit mayor sebetulnya gampang kok, CUMA PERLU DUA RUKUN alias dua hal yang harus dipenuhi. Yup cuma dua, yaitu : punya naskah dan mengirimkan naskah. Yes Bagi saya se-simple itu aja. Jangan anggap berat. Ubah mindset kalau menerbitkan karya di penerbit mayor itu MUDAH.
Tapi dari dua rukun itu tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dan syaratnya pun MUDAH. Serius MUDAH BANGET. Simak nih:

Punya naskah.


  1. Naskah adalah hal yang penting sebab apa yang mau diterbitin kalau naskah aja gak punya.
  2. Tulislah hanya naskah yang berkualitas. Namun ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan dengan naskah kamu sebelum mengirimkannya ke penerbit.
  3. Setelah naskah kamu tulis, pastikan bahwa kamu sudah menulisnya secara utuh mulai dari awal hingga akhir cerita.
  4. Perhatikan juga teknis penulisan kamu. Kirimkan naskah yang sudah kamu ketik dengan rapi sesuai dengan PUEBI/ EYD agar enak dibaca.
  5. Bikin opening atau bab-bab awal serta ending atau bab-bab akhir yang menarik. Menurut informasi yang saya ketahui, editor hanya membaca 10 halaman pertama dan terakhir. Maka dari itu, perbagus 10 halaman pertama dan terakhir naskah kamu.
  6. Karena naskah yang masuk ke meja editor itu sangat banyak maka biasanya saya melayout naskah saya agar menjadi lebih menarik dibaca. Biasanya saya juga membuat cover sendiri supaya terlihat eye catching oleh editor. Tapi cover bukan menjadi syarat wajib yah. Sekali lagi tujuan saya adalah untuk menarik perhatian si editor.

Kirimkan naskah


  1. Setelah selesai menulis langkah selanjutnya adalah mengirim naskah. Sebelumnya pastikan naskah kamu sudah sesuai dengan syarat dan ketentuan dari penerbit.
  2. Pernah bingung mau kirim ke penerbit mana? Tenang berikut saya kasih tipsnya supaya mengurangi kebingungan kamu. Caranya gampang, kamu bisa Riset penerbit . Jalan-jalan ke toko buku lalu kamu stalking display buku-buku yang sekiranya mirip-mirip dengan cerita yang sudah kamu buat. Catat nama penerbitnya atau kalau nggak mau repot kamu tinggal jepret pake kamera hp. Kalau gak ada waktu ke toko buku kamu bisa stalking online. Apalagi jaman canggih seperti sekarang ini gampang banget dapat informasi dari internet.
  3. Selanjutnya cari tahu bagaimana prosedur mengirim naskah ke penerbit yang kamu tuju. Biasanya mereka memberikan syarat-syarat dan ketentuan apa saja yang harus kamu penuhi di website penerbit. Baca dan pahami dengan betul prosedur tersebut dan ikuti aturan main penerbit. 
  4. Pastikan sebelum mengirim naskah kamu sudah melengkapi syarat-syarat dan ketentuan yang ditentukan oleh penerbit yang kamu tuju. Jangan sampai melenceng dari yang sudah ditentukan penerbit.
  5. Jangan lupa kamu juga harus membuat Proposal Naskah yang baik dan menarik.
    • Surat pengantar: Buatlah surat pengantar yang sopan. Perhatikan penulisan huruf capital. Jangan menulis dengan huruf besar semua karena terkesan kamu sedang marah-marah. Tunjukan antusiasmu untuk bekerja sama dengan penerbit. 
    • Sinopsis: Buat sinopsis yang menarik. Kalau dari sinopsisnya saja tidak menarik bagaimana editor mau membaca naskah kamu? O iya Sinopsis untuk keseluruhan cerita. Bukan sinopsis yang seperti dibelakang buku.
    • Data diri: Tulislah data dirimu dengan baik dan benar sesuai dengan identitas yang berlaku. Sertakan juga portofolio/ rekam jejak karya-karya atau prestasi yang pernah kamu raih dalam dunia penulisan. Kamu juga bisa menuliskan komunitas yang kemu ikuti yang tentunya komunitas yang diharapkan dapat menjadi target penjualan buku kamu. Kamu juga harus bisa menuliskan rancangan/ rencana promo yang akan kamu lakukan saat buku sudah terbit.

Naskah Ditolak

Saya Penulis Pemula dan Alhamdulillah Novel perdana saya “Embun di Atas Daun Maple” (EDDM) berhasil terbit di penerbit mayor. EDDM berjodoh dengan Tinta Medina, sebuah imprint dari Penerbit Tiga Serangkai. Tapi bukan berarti semua berjalan mulus. Beberapa kali ditolak penerbit. Bahkan naskah yang sudah dikirim tidak mendapat respon. Wajar lah kalau karya saya ini ditolak, sejumlah penulis terkenal pun pernah mengalami cerita yang sama di awal karir menulisnya: ditolak penerbit. Jangankan naskah saya. Naskah "Harry Potter and the Philosopher Stone" ditolak 14 penerbit. Naskah "Carrie" Stephen King ditolak 30 kali. Naskah "Gone with the Wind" ditolak 38 kali. Naskah "A Time to Kill" John Grisham ditolak 45 kali. Lah kamu baru ditolak hitungan jari masa langsung down hehehe.

Penolakan adalah hal yang wajar. Namun pastikan bahwa setiap kali kita mengalami penolakan, saat itu pula semangat dan usaha kita harus dilipatgandakan! Bagi saya pribadi saat naskah kamu ditolak bukan berarti naskahmu tidak bagus. Kamu hanya belum menemukan JODOH Penerbit yang sesuai dengan naskahmu. Harus terus berdoa dengan diiringi ikhtiar dengan memperbaiki kualitas tulisan. Dengan demikian saya tidak terlalu memusingkan faktor-faktor seperti : Tema Kurang Menjual atau Tidak Tren, Bukan Genre yang Disukai, Sudah Banyak Buku Bertema Sama, Segmen yang Terbatas. Sebab novel EDDM saya boleh dibilang di luar dari faktor-faktor yang saya sebutkan di atas. Bagi yang sudah baca EDDM pastinya sudah tahu tema yang saya angkat sangat anti-mainstream. Karena saya menulis apa yang ingin saya tulis, bukan menurut selera pasar.

Saat membuat sekuelnya “Ketika Embun Merindukan Cahaya” (KEMC). Jangan dikira prosesnya mulus dan langsung diterima. Naskah KEMC pun mengalami proses penolakan berkali-kali bahkan oleh penerbit yang sebelumnya menerbitkan EDDM. Tapi saya selalu punya prinsip, saat naskah berhasil tembus Penerbit Mayor itu merupakan REZEKI. Sebaliknya jika masih belum tembus artinya belum REZEKI. Saya percaya kalau REZEKI itu nggak akan kemana. Tapi kalau belum REZEKI yaaa kita mesti ikhtiar mencarinya dimana-mana. Sampai akhirnya Penerbit sebelumnya yang menerbitkan novel EDDM menghubungi saya kembali. Meminta saya memasukkan naskah. Alhamdullillah tanpa proses panjang akhirnya novel kedua terbit.


Akhir Kata.

Semoga sharing kali ini bermanfaat dan menginspirasi kamu ya. Jangan takut untuk memulai. Bagus atau jeleknya tulisan kita itu relatif. Tergantung selera masing-masing orang. Yakinlah kamu juga punya pembaca yang seleranya sama dengan tulisanmu. Buat teman-teman yang sedang berjuang menulis dan menembus penerbit mayor harus tetap semangat semoga naskahmu segera bertemu dengan jodoh dengan penerbitnya. JANGAN MENYERAH. Jika ditolak satu penerbit satu masih ada kesempatan mengirimkan ke penerbit lain. Jika naskah saya BISA tembus penerbit mayor tentu kamu juga BISA.
Salam
#hadismevlana
#sharingilmupenulisanhadismevlana

Rabu, 07 November 2018

Membuat JUDUL


Kamu bingung habis nulis cerita terus mau kasih judul apa? Sama! Hehehehe

Saran saya ketika kita membuat Judul, jangan terlalu panjang kaya judul sinetron di Ind*siar. Tau kan judul2 super panjang di stasiun TV tersebut hehehe. Kita bisa menggunakan satu kata atau lebih intinya jangan berlebihan lah misal maksimal 5 kata. Terus bikin deh judul yang berbeda dari judul-judul yang sudah ada, antimainstream gitu lah.

1.       Kamu bisa bikin judul yang Provokatif atau Kontradiktif, tujuannya supaya orang penasaran. Misal kita membuat sebuah kalimat kontradiktif: Pelangi Tanpa Warna, Kedipan Si Buta, Surga di Bawah Telapak Kaki Bapak.
2.       Kamu juga bisa bikin judul dengan mengambil Ciri Khas atau inti cerita yang kamu buat. Misalnya ketika saya membuat cerita tentang pernikahan berjudul: MAHAR.
3.       Buat kamu yang jago Bahasa Asing, kamu juga bisa menggunakan judul dengan bahasa asing loh. Misal: Je M’aple Kiara atau Ana uhibu Fillah.
4.       Selain itu, bisa juga kita membuat judul dengan mengambil Nama Tokoh utama. Misalnya aja : Dilan, Elena. Atau yang berhubungan dengan Sifat Unik si Tokoh. Misal: Mr. Juki, Sopir Bajaj Jago Ngibul.
5.       Kamu juga bisa membuat Judul dari Setting Tempat yang  kamu ambil dalam cerita. Misal: Yogyakarta i’m in love,  Bandung Love Story.
6.       Selain itu kamu juga bisa membuat judul dengan sebuah kata/ kalimat Analogi. Tapi ingat ya, analogi yang kita buat harus sesuai dengan isi cerita. Misal novel saya : “Embun di Atas Daun Maple”. Embun menganalogikan kesejukan Islam, Daun Maple = lambang negara Kanada.
7.       Masih Ribet juga cari judul? Paling gampang Contek dan Modifikasi aja judul yang udah ada dari penulis yang sudah terkenal. misal ada judul:
Dear Nathan, kamu bikin Dear Joko.
Ayat-ayat Cinta, kamu bikin Bukan Ayat Cinta

Sekian dulu dari saya, semoga bermanfaat.
Salam                                                                                                                   

@hadismevlana

Ketika Embun Merindukan Cahaya


Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, atas limpahan kasih dan cinta yang menerangi hati dengan CAHAYA. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah mesra untuk baginda Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia hingga akhir zaman.

Atas izin Allah, akhirnya Sofyan dan Kiara kembali menyapa pembaca. Kali ini kisah mereka lebih berwarna. Kisah mereka terlahir tak lepas atas dukungan serta semangat dari banyak pihak. Karena jujur, novel ini dibuat tanpa ada perencanaan sebelumnya. Setelah menulis Embun di Atas Daun Maple, saya pikir kisah kisah Sofyan dan Kiara telah usai. Tak terbesit sedikit pun rencana akan dibuatkan sekuelnya. Namun, tak disangka pembaca masih penasaran dan masih ingin menikmati kisah mereka selanjutnya.

Penuh perjuangan menyusun kisah Sofyan dan Kiara hingga akhirnya menjadi jalan cerita seperti yang sekarang tercatat di setiap lembarnya. Usai menuntaskan tulisan hingga goresan huruf terakhir di cerita pun masih dipenuhi drama. Ternyata, perjalanannya tak mudah. Masih harus menunggu dalam penantian panjang untuk dipersunting penerbit yang baik. Yup, saya berdoa agar Allah hanya menerbitkan novel ini pada penerbit yang baik. Alhamdulillah, akhirnya Allah mempertemukannya.

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mewujudkan kisah ini hingga ada di hadapan pembaca. Untuk kedua orang tua yang tak pernah putus mendoakan kebaikan dalam setiap langkah anak-anaknya. Untuk buah hati tercinta: Fathimah al-Haura Insiyah dan Muhammad Ibrahim, yang selalu memberikan semangat dalam tiap senyum dan tatapan mata mereka.

Terima kasih tak terhingga untuk para guru sekaligus sahabat yang telah memberikan semangat: Ust. Bendri Jaisyurahman, Teh Pipiet Senja, Mas Aditya Gumay. Terima kasih untuk sahabat-sahabat yang telah membantu saya dalam menghidupkan dialog tokohnya. Mas Hamdan Syakirin, untuk bahasa Kuantan-nya. Juga Mbak Nisa Wening, untuk bahasa Rusia-nya. Terima kasih untuk teman-teman PENA EMAS, terutama untuk Mbak Dania Oryzana atas diskusi-diskusi yang mencerahkan selama proses penulisan novel ini. Tak lupa juga untuk Pak Tri Sakhatmo dan Tim Tiga Serangkai yang sudah membuat novel ini sampai di hadapan pembaca, juga semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan naskah ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik.

Seperti karya sebelumnya, saya yakin karya kali ini pun bukanlah karya yang sempurna. Banyak cacat cela dan kekurangan terserak di setiap katanya. Di setiap bagian cerita, saya berusaha mempersembahkan yang terbaik saja. Saya berharap setiap kalimat yang telah tersaji dapat memberikan energi positif untuk menebar manfaat serta menginspirasi kebaikan bagi setiap orang yang membacanya. Tentunya, saya berdoa sungguh-sungguh agar karya ini pun dapat menjadi salah satu pemberat timbangan amal kebaikan saya kelak di hadapan-Nya.

A M I N.

Embun di Atas Daun Maple (Sebuah Proses Pembelajaran)


Ada makna di balik Judul NOVEL.

Pemilihan judul menjadi hal yang tidak bisa dibilang remeh. Ia sebagai cerminan dari isi keseluruhan cerita. Seingat saya, saya sudah mengganti 2 kali judul novel ini sebelum akhirnya saya memberikan novel ini dengan Judul Embun di Atas Daun Maple. Pemberian judul novel ini pun baru saya dapatkan dan "klik" menjelang akhir-akhir menyelesaikan novel.

Lalu apa makna di balik Embun di Atas Daun Maple? Sederhana saja, daun maple adalah sebuah daun yang dijadikan lambang negara Kanada dimana saya ambil setting lokasi cerita disana. Sementara embun saya analogikan sebagai simbol kesejukan, kemurnian, krn tokohnya memberikan kesejukan dan pemurnian tentang Islam.

Proses Kreatif Penulisan NOVEL.

Novel ini telah melawati masa penulisan yang sangat panjang. Saya menulisnya pertama kali sejak tahun 2009 tepatnya di bulan September tanggal 9. Jika melihat sejarahnya, novel ini telah melalui metamorfosa yang sangat luar biasa terutama dari setting lokasi yang akhirnya saya ubah menjadi sedemikian rupa dan akhirnya saya memilih Saskatoon, Kanada, sebagai setting lokasi cerita.

Perubahan setting lokasi yang saya lakukan tersebut ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dari awal yang hanya mengangkat setting local, kini berubah drastis dengan setting lokasi lintas Negara. Dengan adanya perubahan setting lokasi otomatis terjadi perubahan dan penyesuaian besar-besaran. Tidak hanya sekedar merubah sebuah nama tempat, nama jalan atau lain-lainnya. Saya sangat kesulitannya ketika merekonstruksi ulang setting lokasi terlebih lagi saya belum pernah mengunjungi lokasi dalam novel.

Salah satu kesulitannya adalah ketika saya harus menganti setting lokasi yang sebelumnya berlokasi di Univ. Indonesia yang berlokasi di Depok, Jawa Barat lalu kemudian beralih ke Univ. of Saskatchewan di Saskatoon, Saskatchewan Kanada. Dengan adanya perubahan tersebut saya harus melakukan riset lagi untuk menuliskan sesuai setting asli disana meski pada akirnya dengan berat hati pula saya harus memangkas kalimat-kalimat dan paragraph-paragraf bahkan BAB yang tidak sesuai akibat perubahan setting tersebut.

Selain itu saya berusaha sebaik mungkin menyampaikan pembahasan yang tidak lazim atau bisa dikatakan lumayan BERAT dalam novel ini menjadi pembahasan yang RINGAN, sederhana, santai tanpa harus kehilangan jati diri sebenarnya dari novel ini. Sebisa mungkin saya harus mengolah bahasa dengan pas.

Dalam novel ini saya tidak mengangkat perbedaan-perbedaan dalam konteks perdebatan yang meruncing pada perpecahan, namun lebih kapada bagaimana menyikapi perbedaan dengan menjunjung tinggi nilai toleransi. Tidak dipungkiri cerita dalam novel ini bersinggungan dengan SARA namun saya berusaha semaksimal mungkin untuk menyampaikannya dengan cara yang tepat.

Setting Lokasi Dalam Novel.

Ada dua tempat yang saya jadikan sebagai setting lokasi yaitu Saskatoon, Kanada dan Teluk Kuantan, Riau. Latar belakang saya memilih Teluk Kuantan sebagai setting lokasi karena ingin memberikan warna melayu dalam novel ini. Awalnya saya bingung untuk menentukan budaya lokal budaya lokal yang cocok dengan apa yang saya inginkan yaitu daerah yang kental dengan nuansa melayu. Pertama sekali saya sempat memilih Riau sebagai setting lokasi, itu saya pilih dari diskusi dengan seorang teman yang tinggal di Riau, namun akhirnya saya mengerucutkan lagi dan lebih spesifik memilih setting lokasi yaitu di Teluk Kuantan sebagai setting daerah asal sang tokoh utamanya.

Dan efek dari perubahan itu saya harus ekstra keras memberikan warna Teluk Kuantan, selain dari Budayanya termasuk Bahasa yang digunakannya. Alhamdulillah pertolongan Allah selalu saja ada menyertai perjalanan Novel ini. Dengan bantuan seorang teman yang berdomisili di Teluk Kuantan akhirnya saya berhasil memberikan sentuhan budaya serta bahasa Teluk Kuantan.

Tidak ada alasan khusus juga mengapa akhirnya saya memilih Kanada. Alasan perubahan setting lebih kepada penyegaran saja serta menemukan hal yang baru. Dan akhirnya jadilah seperti yang ada di hadapan pembaca saat ini, Novel Embun di Atas Daun Maple, novel islami denga setting luar negeri. Setting “baru” inilah akhirnya naskah novel saya berjodoh dengan penerbit Tinta Medina (imprint creative nya Tiga Serangkai).

Dan jujur sampai saat saya menulis catatan ini, saya belum pernah ke lokasi setting di novel saya (Saskatoon & Teluk kuantan). Dengan bekal yang sangat minim dan sederhana serta tentunya karena pertolongan Allah, Alhamdulillah saya merasa telah cukup berhasil menghidupkan setting lokasai, ketika pembaca membaca novel ini, meski tetap saja masih banyak kekurangan dimana-mana.

NOVEL bertabur Puisi.

Novel ini dibuka dengan PUISI. Dan masih ada beberapa puisi lain bertebaran di bab-bab selanjutnya. Menyisipkan puisi dalam novel bagi saya bukan hal yang mudah. Bagi saya puisi dalam novel bisa menjadi pemanis dan rehat mata sejenak setelah melihat tulisan dalam paragraph-paragraf yang panjang. Namun demikian perlu dipahami juga bahwa tidak semua novel memerlukan puisi. Jika salah menempatkannya bukan menjadi pemanis malah bisa menggangu kenikmatan pembaca. Dalam novel ini, saya berusaha sebaik mungkin agar tidak menjadikan puisi tersebut sekedar tempelan semata, tetapi juga harus melihat kesesuaian dengan jalan cerita.

Based on true story?

Inspirasi saya menulis novel ini berdasarkan pengalaman pribadi ketika saya berdiskusi dengan teman-teman non Muslim selebihnya hanya bumbu-bumbu saja. Sejak awal saya ragu menuliskannya, karena pasti aka nada PRO dan KONTRA. Namun saya berpikir apapun tulisan yang kita buat saya yakin akan selalu ada PRO dan KONTRA.

Bisa dikatakan novel ini membahas tentang diskusi lintas agama dan saya paham benar konsekuensinya jika saya dengan tidak bijak menuliskannya. Saya yakin akan banyak juga dari pembaca tertentu yang menganggap novel ini terlalu SARA atau bahkan tidak masuk akal. Dengan banyak pertimbangan akhirnya saya tetap mempertahankan konsistensi saya untuk melanjutkan dan menyelesaikan tulisam ini.

Bukan tanpa sebab, tapi karena ada SESUATU yang ingin saya sampaikan melalui novel ini. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan, sebuah PESAN yang INSYA ALLAH bisa menjadi maslahat buat umat dan mungkin bisa menjadi sebab datangnya hidayah atau setidaknya bermanfaat dan menginspirasi bagi pembaca.

NOVEL unik dan bergizi.

Saya sangat yakin "Rasa" dari novel Embun di Atas Daun Maple akan sangat jauh berbeda dari novel religi yang juga mengusung tema yang sama, tentang diskusi lintas agama. Saya katakan demikian karena Novel yang ada di hadapan pembaca ini membahas dialog lintas agama dengan bahasan yang dalam.

Ada hal-hal baru yang akan didapat setelah membacanya. Mungkin saat pembaca memulainya dari bab awal hingga akhir, secara diam-diam akan memiliki pengalaman yang sangat luar biasa atau mungkin akan berdecak kagum. Atau entah bagaimana pembaca akan menanggapinya.

Dalam novel ini saya ingin pembaca, khususnya bagi pembaca muslim, paham dan mengetahui bahwa banyak pertanyaan UNIK dan mungkin juga sulit dijawab bahkan oleh muslim sendiri. Disinilah perbedaan novel Embun di Atas Daun Maple dengan novel-novel reliji lainnya.

Pesan Penulis.

Sebagai Pemula saya merasa sangat bahagia saat saya mengetahui novel perdana saya ini “Embun Di Atas Daun Maple Jilid” masuk sebagai nominator Buku Islam Terbaik kategori Fiksi Dewasa pada Islamic Book Award tahun 2016 bersanding dengan Penulis-penulis senior lainnya. Meski hanya masuk sebagai nominasi rasanya hal itu memberika energi tersendiri bagi saya untuk terus berbuat kebaikan dalam sebuah karya tulis.

Dalam novel Embun di Atas Daun Maple ini saya sebagai penulis ingin menyampaikan sebuah pesan sederhana bahwasanya hidayah (cahaya petunuk Tuhan) itu bukan karena bermula dari cinta kepada manusia. Bukan pula datang karena kalah berdiskusi agama. Hidayah itu dicari di hati dan ia penuh keajaiban. dan satu lagi saya ingin menyampaikan perbedaan itu bukanlah penghalang untuk berbuat kebaikan.

Bagi saya yang paling penting adalah bagaimana tulisan yang saya buat ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk akal tapi juga bagi ruh para pembaca karena nilai-nilai yang saya sampaikan. saya tidak bisa berdakwah di depan mimbar dan mungkin dengan cara seperti ini bisa menambah tabungan akhirat saya.

Akhir kata, selamat membaca novel Embun di Atas Daun Maple dan selamat berpetualang menemukan kebaikan serta dapatkan inspirasi kebaikan di dalamnya.

(Hadis Mevlana)

Menembus Penerbit Mayor

Salah satu “surga” yang ada di bumi bagi saya adalah toko buku. Saya bisa betah berlama-lama sekadar melihat-lihat cover buku yang menarik....

Cari Blog Ini